Advertisement
Deklarasi Djuanda Tentang Teritorial Laut Indonesia - pada masa Demokrasi Parlementer ini luas wilayah Indonesia tidak seluas wilayah Indonesia saat ini. Karena Indonesia masih menggunakan peraturan kolonial terkait dengan batas wilayah, Zeenen Maritieme Kringen Ordonantie, 1939 yang dalam pasal 1 menyatakan bahwa: “laut territorial Indonesia itu lebarnya 3 mil diukur dari garis air rendah (laagwaterlijn) dari pada pulau-pulau dan bagian pulau yang merupakan bagian dari wilayah daratan (grondgebeid) dari Indonesia.”
Berdasarkan pasal tersebut, Indonesia jelas merasa dirugikan, lebar laut 3 mil dirasakan tidak cukup menjamin dengan sebaik-baiknya kepentingan rakyat dan negara. Batas 3 mil dari daratan menyebabkan adanya laut-laut bebas yang memisahkan pulau-pulau di Indonesia. Hal ini menyebabkan kapal-kapal asing bebas mengarungi lautan tersebut tanpa hambatan.
Kondisi ini akan menyulitkan Indonesia dalam melakukan pengawasan wilayah Indonesia. Sebagai suatu negara yang berdaulat Indonesia berhak dan berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan yang dianggap perlu untuk melindungi keutuhan dan keselamatan Republik Indonesia.
Melihat kondisi inilah kemudian pemerintahan Kabinet Djuanda mendeklarasikan hukum teritorial kelautan nusantara yang berbunyi:
- Segala perairan di sekitar, diantara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau bagan pulau-pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan Negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian dari pada perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak dari pada Negara Republik Indonesia. Lalu lintas yang damai di perairan pedalaman ini bagi kapal-kapal asing dijamin selama dan sekedar tidak bertentangan dengan/ menganggu kedaulatan dan keselamatan negara Indonesia.
Dari deklarasi tersebut dapat kita lihat bahwa faktor keamanan dan pertahanan merupakan aspek penting, bahkan dapat dikatakan merupakan salah satu sendi pokok kebijaksanaan pemerintah mengenai perairan Indonesia. Dikeluarkannya deklarasi ini membawa manfaat bagi Indonesia yaitu mampu menyatukan wilayah-wilayah Indonesia dan sumber daya alam dari laut bisa dimanfaatkan dengan maksimal. Deklarasi tersebut kemudian dikenal sebagai Deklarasi Djuanda.
Deklarasi Djuanda mengandung konsep bahwa tanah air yang tidak lagi memandang laut sebagai alat pemisah dan pemecah bangsa, seperti pada masa kolonial, namun harus dipergunakan sebagai alat pemersatu bangsa dan wahana pembangunan nasional. Deklarasi Djuanda membuat batas kontinen laut kita diubah dari 3 mil batas air terendah menjadi 12 mil dari batas pulau terluar.
Kondisi ini membuat wilayah Indonesia semakin menjadi luas dari sebelumnya hanya 2.027.087 km2 menjadi 5.193.250 km2 tanpa memasukan wilayah Irian Barat, karena wilayah itu belum diakui secara internasional. Hal ini berdampak pula terhadap titik-titik pulau terluar yang menjadi garis batas yang mengelilingi RI menjadi sepanjang 8.069,8 mil laut. Meskipun Deklarasi Djuanda belum memperoleh pengakuan internasional, pemerintah RI kemudian menetapkan deklarasi tersebut menjadi UU No. 4/PRP/1960 tentang perairan Indonesia.
Dikeluarkannya Deklarasi Djuanda membuat banyak negara yang keberatan terhadap konsepsi landasan hukum laut Indonesia yang baru. Untuk merundingkan penyelesaian masalah hukum laut ini, pemerintah Indonesia melakukan harmonisasi hubungan diplomatik dengan negara-negara tetangga. Selain itu Indonesia juga melalui konferensi Jeneva pada tahun 1958, berusaha mempertahankan konsepsinya yang tertuang dalam deklarasi Djuanda dan memantapkan Indonesia sebagai Archipelagic State Principle atau negara kepulauan.
Deklarasi Djuanda ini baru bisa diterima di dunia internasional setelah ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut PBB yang ke-3 di Montego Bay (Jamaika) pada tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/ UNCLOS 1982). Pemerintah Indonesia kemudian meratifikasinya dalam UU No.17/ 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan.
Setelah diperjuangkan selama lebih dari dua puluh lima tahun, akhirnya pada 16 November 1994, setelah diratifikasi oleh 60 negara, hukum laut Indonesia diakui oleh dunia internasional. Upaya ini tidak lepas dari perjuangan pahlawan diplomasi kita, Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja dan Prof. Dr. Hasjim Djalal, yang setia mengikuti berbagai konferensi tentang hukum laut yang dilaksanakan PBB dari tahun 1970an hingga tahun 1990an.
0 Response to "Deklarasi Djuanda Tentang Teritorial Laut Indonesia"
Posting Komentar