Advertisement
Folklore
Folklore sering
diidentikkan dengan tradisi dan kesenian yang berkembang pada zaman sejarah dan
telah menyatu dalam kehidupan masyarakat. Di dalam masyarakat Indonesia, setiap
daerah, kelompok, etnis, suku, bangsa, golongan agama masing-masing telah
mengembangkan folklorenya sendiri-sendiri sehingga di Indonesia terdapat aneka
ragam folklore. Folklore ialah kebudayaan manusia (kolektif) yang diwariskan
secara turun-temurun, baik dalam bentuk lisan maupun gerak
isyarat.
a. Ciri-ciri folklore
- Folklore menjadi milik bersama dari kolektif tertentu. Hal ini disebabkan penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya.
- Penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan, yakni dengan tutur kata atau gerak isyarat atau alat pembantu pengikat lainnya.
- Folklore bersifat anonim, artinya penciptanya tidak diketahui.
- Folklore hadir dalam versi-versi bahkan variasi-variasi yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh cara penyebarannya secara lisan sehingga mudah mengalami perubahan.
- Folklore bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau standar.
b. Bentuk-bentuk
folklore
1) Folklore lisan
adalah folklore yang bentuknya murni secara lisan, yang terdiri dari:
- Puisi rakyat, misalnya pantun. Contoh: wajik klethik gula Jawa (isih cilik sing prasaja)
- Pertanyaan tradisional, seperti teka-teki. Contoh: Binatang apa yang perut, kaki, dan ekornya semua di kepala? jawabnya: kutu kepala.
- Bahasa rakyat, seperti logat (Jawa, Banyumasan, Sunda, Bugis dan sebagainya), julukan (si pesek, si botak, si gendut), dan gelar kebangsawanan (raden masa, teuku, dan sebagainya) dan sebagainya.
- Ungkapan tradisional, seperti peribahasa/pepatah. Contoh: seperti telur di ujung tanduk (keadaan yang gawat), koyo monyet keno tulup (seperti kera kena sumpit) yakni untuk menggambarkan orang yang bingung.
- Cerita prosa rakyat, misalnya mite, legenda, dan dongeng.
2) Folklore sebagian
lisan
Adalah folklore yang
bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan, seperti:
kepercayaan rakyat/takhayul, permainan rakyat, tarian rakyat, adat istiadat,
pesta rakyat dan sebagainya.
3) Folklore bukan
lisan (non verbal folklore)
Adalah folklore yang
bentuknya bukan lisan walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan.
Contoh: arsitektur rakyat (bentuk rumah Joglo, Limasan, Minangkabau, Toraja,
dsb); kerajinan tangan, pakaian dan perhiasan dan sebagainya; di mana
masing-masing daerah berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.
Mite
Mite adalah cerita
prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan dianggap suci oleh yang empunya
cerita. Mite selalu ditokohi oleh dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwanya
terjadi di dunia lain. Mite umumnya mengisahkan terjadinya alam semesta, dunia,
manusia pertama, gejala alam, kisah percintaan, hubungan kekerabatan dan
sebagainya. Contoh: Dewi Sri (Dewi Padi), Nyai Roro Kidul (Ratu Laut Selatan),
Joko Tarub, Dewi Nawangwulan dan sebagainya.
Legenda
Legenda adalah cerita
prosa rakyat yang mirip dengan mite, yaitu dianggap benar-benar terjadi tetapi
tidak dianggap suci. Berbeda dengan mite, legenda ditokohi oleh manusia, ada
kalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa dan sering kali juga dihubungkan
dengan makhluk ajaib. Peristiwanya bersifat sekuler (keduniawian), dan sering
dipandang sebagai sejarah kolektif.
Legenda dapat dibagi
menjadi empat kelompok, yaitu sebagai berikut.
- Legenda keagamaan, contohnya legenda Wali Songo.
- Legenda tentang alam gaib, contohnya legenda tentang makhluk halus misalnya peri, sundel bolong, gendruwo, hantu dan sebagainya.
- Legenda perorangan, contohnya cerita Panji, Jayaprana, Calon Arang dan sebagainya.
- Legenda setempat, yang erat hubungan dengan suatu tempat, seperti Legenda Sangkuriang (tentang Gunung Tangkuban Perahu), legenda asal mula nama Rawa Pening Jawa Tengah, Rara Jonggrang dan sebagainya.
Lagu
Lagu adalah ragam
irama suara yang berirama atau nyanyian. Setiap daerah memiliki lagu daerah
sendiri-sendiri, misalnya Soleram (Riau), Sue Ora Jamu, Rujak Ulek, Bengawan
Solo (Jawa), Potong Bebek (Nusa Tenggara Timur), dan O Ina Ni Keke (Sulawesi
Utara). Untaian syair yang dilagukan yang ada di berbagai daerah, demikian juga
memiliki sejarah tersendiri, siapa pengarangnya atau penciptanya pada saatnya
dilagukan, apa tujuannya; kesemuanya juga memiliki nilai
sejarah. Berkaitan dengan lagu daerah yang ada di daerah Anda, dapatkah Anda
menyanyikannya? Bagaimana sejarahnya?
Upacara Adat
Upacara adat adalah
suatu upacara yang dilakukan secara turun-temurun yang berlaku di suatu daerah.
Dengan demikian, setiap daerah memiliki upacara adat sendiri-sendiri, seperti
upacara perkawinan, upacara labuhan, upacara camas pusaka dan sebagainya.
Upacara adat yang dilakukan di daerah, sebenarnya juga tidak lepas dari unsur
sejarah. Mengapa muncul upacara, ke mana arah upacara, bagaimana prosesinya dan
perlengkapannya apa saja? Masih adakah upacara adat di daerah sekitar Anda?
Jika ada, coba sebut dan berilah sedikit penjelasan!
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa folklore, mitologi, legenda, upacara, dan lagu dari berbagai daerah di Indonesia memiliki nilai sejarah. Semuanya itu memberikan sumbangan bagi penulisan sejarah daerah. Satu hal yang perlu dicermati bila hal itu dijadikan sumber dalam penulisan sejarah, maka perlu adanya kritik sumber sehingga nilai keilmiahan sejarah dapat dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini dibutuhkan kecermatan dan ketajaman dalam menghasilkan interpretasi.
0 Response to "Peninggalan Sejarah di Indonesia"
Posting Komentar